Total Tayangan Halaman

Kamis, 10 November 2011

DANA BOS_OK!! (bacalah dengan digabung)

kemarin malam kira-kira pukul 21.00 saya hendak keluar untuk sekadar mencari minuman dingin sambil mencrai angin.pilihan saya tertuju pada kedai juice yang terlihat ramai. Saya menunggu jus saya yang masih dibuat dengan menghidupkan sebatang rokok melayangkan pandangan kosong ke jalanan. memandang padatnya kendaraan di jalanan yang sempit namun masih saja para pengendara tersebut, mengendarai kendaraannya dengan kecepatan tinggi. tak lama lamunanku dibuyarkan oleh suara parau dari seorang anak kecil sambil memainkan ecek-ecek (alat musik yang dibuat dari tutup botol minuman). anak  itu masih sangat kecil. aku lihat dibelakang anak itu,  ada  seorang ibu paruh baya  yang  sudah terlihat  tua menjinjing 3 karung besar-besar.  bahkan karung itu lebih besar dari badan  ibu itu sendiri. ibu itu ikut memainkan ecek-ecek aneh (botol bekas yang diisi kerikil dan digoyang-digoyangkan).

ku keluarkan selembar rupiah dari kantongku, ku berikan ke anak kecil tersebut. hatiku seakan ditusuk-tusuk sembilu yang sangat tajam. ketika melihat raut muka anak kecil tersebut. mukanya sangat tirus, bibirnya pun pecah-pecah dan terlihat sangat kering. badannya kurus kecil untuk  anak seumurannya. spontan aku berujar "adik mau jus? duduk sini dulu ya". aku memesankan segelas jus untuk adik itu. kucarikan pula sebuah kursi agar ibu yang membawa karung itu bisa duduk beristirahat sejenak. hatiku miris tak bisa membayangkan bagaimana bila yang dihadapan itu adalah ibuku dan adikku.

"ibu namanya siapa?" tanyaku pada ibu tersebut memecahkan keheningan sambil menjulurkan tanganku. "Supriyati" jawab ibu itu pelan nyaris tak bersuara. sambil menikmati jus dan sepotong burger,  malam itu kami mengobrol banyak sekali tentang hal-hal yang selama ini mungkin tak saya ketahui.

Sang suami telah meninggal akibat banjir di Maluku 2 tahun yang lalu. akhirnya Bu Supriyati dan Ke empat anaknya mengikuti transmigrasi yang diadakan oleh pemerintah. Bu supri dan anak-anak2 nya dipindahkan ke surabaya setahun yang lalu. bersama  para transmigran-transmigran yang lainnya.

memang benar apa yang  dijanjikan para pemerintah itu semua terbukti. sampainya di surabaya Bu supri diberikan  Rumah yang sangat sederhana sekali. sehingga dapur, mck, kasur menjadi satu ruangan. bu supri juga diberikan pekerjaan sebagai Tani singkong. serta tunjangan dari dana bos. anak-anaknya pun ikut disekolahkan. awalnya semua memang indah bagi Bu Supri.

tapi bukan pemerintahan indonesia bila tidak memakai topeng busuk!. rumah yang dihuni tersebut tersedia fasilitas listrik namun hanya untuk menghidupkan satu lampu di ruangan tersebut. begitu juga air bersih. Bu Supri bingung bila jatah air bersih nya dipake untuk menyirami sawahnya maka mereka sekeluarga  tidak bisa masak,cuci, mandi dll.tapi bila dipake untuk masak, mandi, cuci maka Bu Supri tidak bisa menyirami sawahnya. sebuah keputusan yang sulit. bila  tidak mengurus sawahnya  otomatis mereka tidak akan mendapatkan uang.

maka tiap hari Bu supri selalu berjalan cukup jauh untuk mengambil air buat jatah mandi. dan jatah dari pemerintah dipakainya untuk menyirami sawahnya. tapi janji tetap janji pemerintah tak sebersih yang dipikirkan rakyatnya. hasil  panen sebesar 2,5%  persen harus disetor ke pihak pemerintah. katanya sebagai uang keamanan sekitar. emang gaji mereka kurang ya?? sampai harus  meminta kepada orang yang lebih kecil. tunjangan dana bos  yang diumbar-umbar sebulan  sekali  sebesar Rp 500.000.pada kenyataanya  hanya setahun sekali!!! untuk apa  Rp 500.000 setahun itu bung????? dan anak-anak disekolahkan. iya memang disekolahkan, tapi maksudnya hanya  dimasukkan ke sekolah. tapi  biaya nya tetap biaya sendiri.

kegerahan para transmigran ini terhadap ulah  pemerintah  bukan hanya dirasakan oleh  Bu Supri. tapi juga para transmigran lainnya. kebanyakan yang tidak betah kembali pulang ke kampung halamannya. dengan modal yang seadanya. tapi Bu  supri mencoba bertahan.dia menjual rumah yang diberi pemerintah tersebut.uangnya untuk mencari tempat tinggal yang lain dan pekerjaan yang lebih baik.

tapi lagi-lagi... rumah yang diberikan oleh pemerintah tidakk bersertifikat!!! maka tidak bisa dipindah tangan. dengan modal seadanya Bu Supri memboyong ke empat anaknya untuk pergi  dan pindah ke daerah Wonokromo.

berhubung  tidak ada uang mereka tinggal di parkiran  pasar wonokromo.  Kini Bu supri pun harus bekerja mengumpulkan  botol-botol  bekas demi bertahan hidup  dan demi perutnya yang selalu kosong. keikhlasan Bu supri seperti pecut  buatku.

jika anda ingin melakukan sesuatu, lakukan lah dari hal yang paling kecil. lakukan lah dengan orang terdekat anda dulu. tidak harus ikut program-program televisi yang konyol. yang menguber rating, mengejar pundi-pundi rupiah yang nantinya hanya akan masuk ke perut-perut buncit para orang berdasi.

ini gambar rumah yang diberikan oleh pemerintah untuk para transmigran.  apa ini pantas disebut rumah??  dengan dana pembangunan yang selalu beratus-ratus juta???

maav gan, untuk gambar Ibu supri dan anaknya mereka benar-benar tidak mau diambil gambarnya. padahal saya sudah merayunya dengan seribu satu cara. hufftt!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar